JAKARTA, KOMPAS - Kunjungan
Presiden Joko Widodo selama dua hari di Aceh, 9-10 Maret, sepertinya
menjanjikan perbaikan perekonomian dan kesejahteraan bagi daerah di ujung
Sumatera itu.
Presiden menaburkan janji di semua
daerah kunjungan: mulai dari Sabang, Lhokseumawe, sampai pedalaman Paya Bakong,
sebuah kecamatan terpencil di Kabupaten Aceh Utara. Rangkaian janji itu bisa
jadi pengobat hati masyarakat Aceh untuk memulai lembaran baru penuh cinta
kepada Republik atau sebaliknya, menjadi bom waktu yang menambah
ketidakpercayaan Aceh kepada Jakarta yang hanya memberikan janji, tetapi nihil
realisasi.
Selama ini, sudah banyak janji
pemerintah pusat kepada Aceh. Sepertinya, Jokowi mengikuti pola presiden
terdahulu yang menebar banyak janji ketika berkunjung ke Aceh. Segera setelah
Jokowi pulang, terlihat masyarakat tidak terlalu antusias dalam merespons
daftar janji itu. Tampaknya masyarakat sudah belajar dari pengalaman: pemimpin
hanya bisa menabur janji, tetapi miskin dalam realisasi.
Pertumbuhan ekonomi
Hampir semua janji Jokowi di Aceh
masuk dalam kementerian perekonomian dan perhubungan. Sejumlah bandara di Aceh
dijanjikan akan diperpanjang landasannya tahun ini. Bandara Sultan Iskandar
Muda di Banda Aceh, Bandara Malikussaleh di Aceh Utara, Rambele di Bener
Meriah, Maimun Saleh di Sabang, dan sejumlah bandara kecil lain yang selama ini
secara reguler didarati pesawat.
Pelebaran dan penambahan landasan
bandara memang salah satu aspek penting untuk menunjang tumbuhnya kegiatan
perekonomian. Panjang Bandara Malikussaleh, misalnya, saat ini 1.850 meter dan
dijanjikan Jokowi akan diperpanjang tahun ini menjadi 2.400 meter agar bisa
didarati pesawat berbadan lebar. Keberadaan bandara ini penting untuk
mempermudah akses barang dan jasa dengan beberapa daerah di wilayah utara Aceh.
Janji lainnya adalah membuka
kembali PT Kertas Kraft Aceh (KKA), sebuah BUMN yang bernilai historis karena
Jokowi pernah bekerja sebagai konsultan kehutanan di perusahaan tersebut. Di
sektor pertanian, pemerintah pusat akan membangun Bendungan Keureuto di Payang
Bakong, Aceh Utara, senilai Rp 1,7 triliun. Realisasi janji ini terlihat lebih
optimistis karena sudah dialokasikan anggarannya dalam APBN dan sudah ada pelaksananya.
Regasifikasi di PT Perta Arun Gas
termasuk salah satu proyek lain yang sedang berjalan meskipun dalam hal ini
agak mengecewakan karena pemerintahan sebelumnya merencanakan pembangunan
kilang BBM pasca berakhirnya operasional PT Arun NGL. Selebihnya, ada juga
janji membangun tol laut di Aceh yang sebelumnya tak termasuk dalam agenda
nasional. Padahal, pembangunan tol laut di Aceh juga bernilai strategis karena
letak sejumlah wilayah Aceh di Selat Malaka dan berbatasan langsung dengan
sejumlah negara.
Jika sebagian saja dari janji itu
terwujud, akan menimbulkan efek berganda untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di
Aceh, yang pada akhir 2014 tercatat 1,65 persen atau melambat dari tahun
sebelumnya, 2,83 persen. Potensi pertumbuhan ekonomi juga akan mengurangi
jumlah pengangguran terbuka di Aceh yang menurut laporan Badan Pusat Statistik,
akhir tahun lalu, mencapai 6,75 persen.
Proaktif
Tebaran janji ekonomi Jokowi di
Aceh juga berdampak politis bagi peningkatan hubungan Aceh dan pusat yang
belakangan tidak lagi menjadi fokus setelah konflik bersenjata berakhir,
menyusul perjanjian damai Helsinki, 15 Agustus 2005. Maka, momentum ini
selayaknya digunakan untuk menjaga kesinambungan masa bulan madu hubungan
Aceh-Jakarta. Pemerintah pusat perlu menjaga kepercayaan masyarakat Aceh dengan
memenuhi semua janji yang sudah ditebarkan, baik selama kunjungan maupun selama
masa kampanye dulu.
Pemerintah Aceh tidak bisa
membiarkan momentum ini berlalu begitu saja. Pusat sudah membuat ruang begitu
besar bagi Aceh untuk terus berkembang seperti daerah lainnya di Indonesia,
melalui pembangunan sejumlah infrastruktur perhubungan, pertanian, dan
industri. Elite lokal harus proaktif menindaklanjuti semua janji tersebut,
apalagi terhadap proyek yang bukan lagi sekadar komitmen. Sikap panas-panas
tahi ayam selama ini tidak boleh dibiarkan.
Biasanya, setelah presiden dan
rombongan pulang, semuanya akan tergilas dengan rutinitas sehingga membuang
peluang yang sudah ada. Masih segar dalam ingatan janji presiden sebelumnya untuk
menghidupkan kembali pabrik pupuk PT ASEAN Aceh Fertilizer. Nyatanya, sampai
sekarang perusahaan itu masih menjadi besi tua. Sementara operasional PT Pupuk
Iskandar Muda juga masih "megap-megap" karena sulitnya mendapatkan
bahan baku gas.
Merawat hubungan Aceh-Jakarta harus
bersinergi antara pemerintah pusat dan daerah. Butuh napas panjang agar janji
Jokowi di "Bumi Serambi Mekah" bisa terealisasi. Elite di Aceh tidak
boleh menunggu. Kini saatnya menjemput bola agar kehidupan rakyat Aceh setelah
konflik dan tsunami semakin baik.
Guru Besar Ekonomi dan Rektor
Universitas Negeri Malikussaleh, Aceh
* Artikel ini sebelumnya tayang di
Harian Kompas edisi Rabu (25/3/2015).
Oleh: Apridar
Sumber
: http://nasional.kompas.com/read/2015/03/25/15000041/Aceh.dan.Janji.Jokowi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar